Bagi kaum hawa hal yang sangat penting dalam menentukan
seorang pendamping hidup adalah menemukan pria yang benar-benar bertanggung
jawab jasmani dan rohani, terutama menjaga keutuhan keluarganya. Oleh sebab itu
sangat perlu memperhatikan sifat atau karakter dari pasangan mulai dari
berpacaran dulu, karena banyak terjadi kesalahpahaman seorang wanita pada saat
berpacaran sungguh manis kata-kata yang dilontarkan, namun tiba pada masa mengarungi
bahtera keluarga semuanya menjadi berantakan tak terkendali.
Saya punya teman, anggap saja namanya Dian. Bila
bercerita tentang keluarganya yang membuat hati bergetar iba, sangat tragis
perakuan sang suami kepadanya, terutama dalam hal lalu tangan (main
pukul). Hal yang terbersit di benak saya
adalah apakah seorang pria diciptakan untuk menghakimi sang istri sampai babak
belur?
Walaupun begitu setiap wanita memang harus tabah dengan kondisi seperti
itu, karena beliau sudah memilih seorang pria yang terbaik menurutnya, mau
dibilang apa lagi?
Menjalani bahtera keluarga memang bukan hal yang
gampang dan mudah, karena disetiap peluang dan waktu pasti selalu saja masalah
datang silih berganti dan akhirnya menjadi percekcokan/ribut. Apalagi
menyangkut beberapa hal berikut:
1. Masalah Ekonomi Keluarga
2. Pihak ketiga dalam keluarga
3. Kelalaian setiap personil keluarga, baik Suami,
Istri, dan Anak
Kalau keadaannya masih dapat terkontrol alias adu mulut
saja ya wajarlah. Semua rumah tangga pasti pernah mengalami hal tersebut. Tapi
kalau disangkutpautkan dengan lalu tangan (main pukul) nah itu namanya tidak
wajar lagi. Seberapa besarpun kesalahan yang dilakukan sang istri Kepala
Keluarga haruslah benar-benar menjaga wibawanya selaku Ayah dalam keluarga,
membimbing, mengarahkan, memotivasi, mencari solusi yang terbaik sebagai
pemecahan masalah. Ibarat anggota tubuh, suami adalah kepala dan istri adalah
leher, sehingga satu kesatuan tersebut jangan terpisahkan.
Jika suami pernah lalu tangan hendaknya sang istri juga
harus benar-benar memahami situasi, kemungkinan saja akibat beban pikiran yang
terlalu banyak, atau masalah dalam pekerjaannya. Berikut ada beberapa teori
yang menyangkut hal itu:
Di awal pernikahan, ada berbagai hal yang harus
disepakati kembali. Mengacu pada teori Robert Sternberg (psikolog dari Oklahoma
State University, Amerika Serikat) tentang cinta sejati, dua individu yang
sudah bersatu, tidak dapat tiba-tiba menjadi sepakat dan seragam dalam berbagai
hal. Artinya, komunikasi yang sehat dan intim sangat diperlukan untuk
mendapatkan ide mengenai hal-hal yang akan berlaku dalam kehidupan mereka
sebagai suami dan istri. Hal utama yang harus dijaga adalah komitmen, gairah,
dan keintiman.
Dra. Henny E. Wirawan, M. Hum., QIA, psikolog dari
Universitas Tarumanagara mengungkapkan, biasanya, suami merasa aman setelah
mendapatkan dan menikahi wanita idamannya. Namun, setelah menikah, banyak hal
yang semula ditujukan untuk menarik hati pasangan, tak lagi dilakukan. Suami
merasa bisa tampil apa adanya di depan istri. Bertambahnya beban stres sebagai
kepala rumah tangga juga dapat mendorong suami berubah berlebihan. Misalnya,
hobi main game. Bila tidak diwaspadai, istri akan terus merasa ditinggalkan.
Namun, yang tak kalah penting adalah mengamati
perubahan suami yang bersifat ekstrem. Hal ini biasanya terjadi bila suami
mengalami tekanan mental yang berat dan tak terduga, baik yang disebabkan oleh
faktor di dalam keluarga ataupun di luar keluarga. Contohnya, seorang suami
penyabar, sejak bisnisnya bangkrut, dia berubah menjadi temperamental.
Bisa juga karena suami sejak awal memiliki potensi
kerentanan psikologis. Contohnya, ketika terkena persoalan berat seperti di-PHK, ia menjadi suami yang sering memukul. Bila sekali
terjadi kekerasan tidak segera ditanggulangi, maka memukul bisa menjadi
kebiasaan, walaupun pemicu pertamanya, yaitu PHK, sudah tertanggulangi.
Untuk menyikapinya, istri perlu bersikap wajar. Bicarakan
dan usulkan saja hal-hal yang sebaiknya diubah oleh suami. Namun, khusus pada
kasus ekstrem (PHK dan memukul), istri perlu tenangkan diri dalam mengenali
akar permasalahan dan mencari cara penanggulangannya. Bila memungkinkan, ajak
suami berkonsultasi pada konselor. Hindarilah yang namanya BERCERAI.
By : Andika Silalahi
Posting Komentar
Posting Komentar